Mulai remaja, merasa mimpi semakin dekat, namun mulai ada banyak pertimbangan, mengukur resiko atas apa yang aku lakukan, mulai tahu "malu", dan banyak keterbatasan saat ingin lebih mengenal dunia. Seperti terbatas biaya hingga keterbatasan lainnya.
Saat dewasa, ya gitu, sudah banyak iklasnya, bahwa nggak semua hal yang diharapkan mesti bisa didapat semua. Masih ingin mengejar mimpi, namun mulai lebih realistis.
Mulai berpikir kalau hidupku hanya tentangku?
Sayang banget kalau cuma kaya gini.
Ada yang mikir gitu juga nggak sih?
Aku ingin mulai memikirkan kebahagiaan orang sekitar juga, terutama keluarga. Untuk wujudkan kebahagiaan mereka saja, sungguh sangat tidak mudah pastinya.
Saat ini, Ingin sekali seperti mereka yang sudah bisa memikirkan kebahagiaan orang lain disamping kebahagiaan dirinya sendiri, bahkan dalam lingkup lebih luas (di luar keluarganya). Hidup jadi lebih berarti, karena bermanfaat bagi banyak orang.
Seperti kisah inspiratif yang aku temui ini, ia merelakan karirnya yang sudah cemerlang dan mapan untuk bangun desanya dengan memajukan pendidikan disana. Saat orang lain seusianya sedang bergulat dengan mimpi-mimpi, lompat sana-sini agar bisa diposisi yang dituju, ia pilih untuk bangun mimpi anak-anak yang kurang beruntung.
Devirisal Djabumir
Pria kelahiran Maluku, 15 Desember 1992 sempat mengambil Pendidikan di Universitas Patimura dengan Program studi Pendidikan Bahasa Inggris. Setelah lulus, ia bekerja di salah satu Perusahaan Listrik Turki Karadeniz, di Turki.
Ketika banyak orang memilih merantau untuk dapat kehidupan yang lebih baik, pria ini lebih memilih pulang kembali ke kampung halaman dan membangun Sekolah Mimpi untuk mengabdi dengan mengajar anak-anak di Desa Dobo, Kepulauan Aru, Maluku.
Kegelisahan Akan Kualitas Pendidikan dan Lingkungan
Awalnya ia merasa prihatin dengan kualitas pendidikan di lingkungannya, banyak anak putus sekolah, layanan Pendidikan disanapun belum memadai. Ditambah lagi kerusakan lingkungan disana yang diakibatkan rendahnya kesadaran masyarakat.
Karena daerah ini adalah daerah kepulauan sehingga mayoritas masyarakatnya menggantungkan hidup mereka pada laut. Tetapi kebiasaan masyarakat disana sangatlah tidak patut ditiru, mereka selalu membuang sampah ke laut. Kebiasaan ini sudah dianggap normal disana, tentunya karena minimnya infrastruktur, TPS (Tempat Pembuangan Sampah), kesadaran masyarakat serta kebijakan-kebijakan yang belum terlalu tepat untuk menanggulangi sampah disana.
Dari situlah dia bertekat untuk memajukan Pendidikan dan menata lingkungan dengan membangun Sekolah Mimpi.
“Saya tidak ingin anak-anak di kampung saya termarjinalisasi. Saya ingin mereka mendapatkan kualitas pendidikan yang layak bagi mereka,” ungkap Dave.
Fokusnya adalah Memberikan akses Pendidikan kepada mereka yang membutuhkan sekaligus menyelamatkan keberlanjutan kehidupan laut, hewan dan biota laut lainnya di kepulauan Aru, Maluku.
Sekolah Mimpi
Berdiri sejak tahun 2017. Menggunakan sistem pendidikan inklusif, dengan Pelajaran seperti Bahasa Inggris, Kewirausahaan, Public Speaking, kelas Inspirasi dan kelas Lingkungan tanpa dipungut biaya sepeserpun. Anak-anak hanya perlu membayar dengan sampah plastik yang mereka kumpulkan.
Dengan pendekatan yang berbeda sebab kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan santai dibandingkan sekolah formal pada umumnya dan di lakukan di luar ruangan. Sambutan anak-anak juga sangat bersemangat membuatnya semakin yakin Sekolah Mimpi dapat diterima dengan baik.
Pendidikan Adalah Kekuatan untuk Mengubah Seseorang
Lingkungan akan bersih Ketika manusianya terdidik, sehingga ia mengintegrasikan Pendidikan dengan lingkungan. Ketika Masyarakat sudah sadar dengan lingkungan, lingkungan juga akan Lestari.
Potensi anak-anak besar tetapi kesempatan belum sama rata untuk berkembang. Karena berbagai macam tantangan dari segi infrastruktur, geografis dan lainnya.
Tekat Kuat dan Berdampak
Ketika merintis Sekolah Mimpi, Dave tentunya menggunakan Tabungan pribadinya. Lalu kemudian mulai mencari pendapatan dengan mencari pekerjaan yang bisa ia kerjakan secara fleksibel dengan tetap berada di Kepulauan Aru agar bisa terus memantau Sekolah Mimpi.
Bayar dengan Sampah, Sampah yang di Kumpulkan Untuk Apa?
Sampah yang disetorkan anak-anak sebagai media pengganti uang untuk biaya Sekolah Mimpi akan di daur ulang. Di pilah sesuai jenisnya agar bisa dimanfaatkan Kembali. Seperti bisa dijadikan Eco Brick yaitu bata yang diisi dengan plastic,
Tidak heran bang Devirisal Djabumir masuk kedalam salah satu penerima Anugerah Pewarta Astra - Satu Indonesia Award tahun 2020 dari bidang pendidikan.
Kesuksesan tidak diukur dari materi
Karena Langkahnya sangat berdampak kepada Pendidikan di Kepulauan Aru, Maluku, memajukan Pendidikan anak-anak dengan membangun sekolah mimpi. Tidak hanya membangun Pendidikan masyarakatnya, beliau juga sekaligus membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan.
Mengubah cara pandang Masyarakat terhadap mimpi. Karena keterbatasan menggapainya diutas perlahan, dengan membangun Sekolah. Menjadikan anak-anak mendapatkan kesempatan yang sama dalam mendapatkan Pendidikan.
Semoga mimpi Bang Devirisal Djabumir segera menjadi nyata yaitu Sekolah Mimpi memiliki ruangan sekolah yang memadai agar proses belajar mengajar menjadi lebih nyaman dan cuaca tidak bisa menghentikan semangat mereka akan menuntut ilmu. Dan pemerintah juga bisa membantu terwujudnya bangunan yang layak dan nyaman untuk Sekolah Mimpi.
Semoga sosok inspiratif ini juga mampu menebar semangat untuk berbagi hal positif dan berdampak bagi lingkungan dan sekitarnya.
Semangat jadi baik semua.
Salam Senyum 😊
#LFAAPADETIK2024
#BersamaBerkaryaBerkelanjutan #KitaSATUIndonesia